ARTIKEL
Jakarta, 30 November 2024
Peluncuran Buku Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia: Menegaskan Kembali Kebebasan Ekonomi sebagai Hak Asasi Manusia
Buku Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia (2024), dinilai oleh Editor buku tersebut Poltak Hotradero, adalah sebuah gerbang perjalanan dalam dunia kebebasan ekonomi—sebuah pilar utama dalam upaya panjang pemuliaan manusia dan karyanya.
Kehadiran buku ini penting mengingat, Kebebasan Ekonomi di Indonesia tidak sepopuler Kebebasan Sipil dan Politik. Padahal, sebagai bagian dari HAM, Kebebasaan Ekonomi jika benar-benar dihormati dan dilindungi oleh pemerintah, maka memiliki dampak yang baik bagi masyarakat
Hal tersebut disampaikan Ganes Retnani (Project Officer FNF Indonesia) dalam sambutannya saat membuka Kegiatan Diskusi dan Book Launching Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia, Perkumpulan Lembaga INDEKS, dan Kemenkumham RI.
Kegiatan diskusi tersebut dilaksanakan pada Sabtu, 30 November 2024, di Golden Boutique Hotel, Melawai Blok M, Jakarta Selatan. Kegiatan ini dimoderatori oleh Mathelda Titihalawa (Manajer Program Perkumpulan Lembaga Indeks).
Sebagai informasi, buku Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia (2024) ditulis oleh Sukron Hadi dan Nanang Sunandar. Buku ini dietrbitkan oleh FNF Indonesia bersama Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Perkumpulan Lembaga INDEKS), dan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Sukron Hadi (Perkumpulan Lembaga INDEKS) selaku salah satu penulis buku, saat mempresentasikan materi diskusi, menyampaikan alasan kenapa buku Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia (2024) hadir.
“Di Indonesia, kebebasan ekonomi tidak sepopuler kebebasan sipil dan politik. Padahal Keduanya adalah Hak Asasi Manusia. Kemudian, karya akademik terkait kebebasan ekonomi sulit didapatkan. Selain itu, kebebabasan ekonomi memiliki sejumlah benefit bagi masyarakat dan negara,” beber Sukron.
Sukron membeberkan salah satu benefit dari kebebasan ekonomi, yang ia rujuk dari bukunya. Bahwa selama 2 abad terakhir rata-rata manusia di dunia berkembang lebih makmur. Rata-rata manusia saat ini, 18 kali lipat lebih makmur dari manusia tahun 1800 hingga pertengahan abad 19.
“Dalam kurun waktu yang sama, berdasarkan riset leandro padros tentang perkembangan kebebasan ekonomi di dunia, sejak 1850 kebebasan ekonomi mengalami peningkatan,” papar Sukron.
Di Indonesia, Sukron menambahkan, kondisi kebebasan ekonomi yang mulai dibuka kerannya pada akhir 1980-an dan awal 1990 tidak hanya telah mendorong turunnya angka kemiskinan.
“Berdasarkan data BPS tahun 1984, terdapat 21,60% penduduk Indonesia masuk kategori miskin. Pada 1987 turun menjadi 17,40 persen, kemudian 13,70 persen pada 1993, lalu 11,30 pada awal 1996. Namun karena krisis moneter 1997-1998 menimpa Asia, termasuk Indonesia, kemiskinan di Indonesia kembali naik hingga 24,20 persen,” kata Sukron
Tidak hanya mendorong penurunan angka kemiskinan, kata Sukron, Kondisi Kebebasan ekonomi di Indonesia turut mendorong gerakan perbaikan pada kondisi kebebasan sipil dan politik.
Saat ini di Indonesia, selain memiliki sejumlah peluang, pemajuan kebebasan ekonomi juga memiliki sejumlah tantangan. Hal itu disampaikan oleh Adinda Teriangke (Direktur The Indonesian Institute).
Tantangan tersebut Yakni, belanja publik dan pengeluaran pemerintah yang besar. Kemudian kebijakan-kebijakan populis yang mendorong pada spending pemerintah yang besar.
“Tantangan berikutnya adalah dalam tata kelola pemerintah dan supremasi hukum. Angka gratifikasi dan Korupsi cukup tinggi. Pungli dalam perizinan dan usaha masih terjadi. Serta birokrasi yang berbelit-belit dalam mendirikan usaha,” ungkap Dinda,
Karena itu Dinda menegaskan bahwa upaya-upaya masyarakat sipil dalam mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan dan supremasi hukum sangat diperlukan disamping upaya advokasi dalam kasus-kasus mengurangi kebebasan ekonomi. Misalnya dalam isu Tapera dan pajak 12%.
“Banyak sekali gerakan-gerakan masyarakat sipil (dalam merespons isu-isu seperti Tapera dan Pajak) itu sebenarnya sedang memperjuangkan kebebasan ekonomi. Kita memperjuangkan kita Sebagai individu dan kebebasan kita sebagai konsumen, memperjuangkan kebebasan untuk menggunakan dan memanfaatkan apa yang kita punya, tenaga, uang, dan sumber daya kita selama tidak melanggar hukum,” jelas Dinda.
Nanang Sunandar (Ketua Perkumpulan Lembaga INDEKS), selaku salah satu penulis buku, menyampaikan kenapa kebebasan ekonomi penting secara filosofis.
“Setiap individu bersifat unik. Tidak ada pihak luar manapun yang memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang apa yang terbaik bagi kehidupan seseorang. Dibandingkan orang lain, individu mengenal dengan baik keadaan dirinya,” katanya.
Karenanya, keputusan individu yang bebas secara ekonomi berasal dari pilihannya sendiri, bukan karena dipaksa melalui proses politik atau melalui penggunaan kekerasan, pencurian, atau penipuan oleh orang lain.
Nanang pun mendefinisikan apa itu kebebasan ekonomi, yakni sebagai hak-hak individu atas kepemilikan diri dan harta benda yang dimilikinya secara sah, penggunaannya dalam aktivitas-aktivitas ekonomi dan pemanfaatan hasil-hasilnya dalam cara-cara yang dipilih secara sukarela oleh individu.
Menurutnya, kondisi kebebasan ekonomi mengandaikan beberapa prasyarat. Salah satunya, Hukum ditegakkan untuk melindungi diri dan harta benda para pemilik yang sah dari pengambilalihan paksa melalui kekerasan atau ancaman kekerasan oleh pihak lain, termasuk oleh negara. Kemudian Pemerintahan yang efisien: birokrasi yang ramping dan pajak yang rendah.
“Selain itu, pasar yang terbuka dan kompetitif. Artinya, negara tidak mencampuri keputusan individu dalam mengkonsumsi, memproduksi, dan mempertukarkan barang dan jasa miliknya yang dilakukan secara sukarela dengan pihak lain,” terang Nanang.
Terakhir adalah regulasi yang sederhana dan pasti, dibuat hanya untuk memastikan pasar yang terbuka dan kompetitif.
Dalam presentasinya, Nanang menunjukkan hasil penelitiannya bertajuk “Kajian Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia 2024”. Dalam penelitian tersebut, Nanang mematakan Status Kebebasan Ekonomi Indonesia Menurut Provinsi. Dari status bebas, sebagian besar bebas, cukup bebas, sebagian besar tidak bebas, dan tidak bebas.
Dari semua provinsi di Indonesia, berdasarkan temuan penelitian Nanang, tidak ada yang masuk kategori bebas dan sebagian besar bebas. Provinsi yang memiliki indeks Kebebasan Ekonomi tertinggi adalah Jawa Timur dengan skor 67,76 dan masuk dalam kategori cukup bebas.