Kajian Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia 2024
RINGKASAN EKSEKUTIF
Nanang Sunandar
Peneliti dan Pelatih Kebebasan Ekonomi INDEKS
Kebebasan ekonomi didefinisikan sebagai hak-hak individu atas kepemilikan diri dan harta benda yang dimilikinya secara sah, penggunaannya dalam aktivitas-aktivitas ekonomi dan pemanfaatan hasil-hasilnya dalam cara-cara yang dipilih secara sukarela oleh individu. Konsepsi kebebasan ekonomi menuntut supremasi hukum yang melindungi kepemilikan pribadi dari pencurian, kecurangan dan korupsi; pemerintah yang efisien dalam membiayai birokrasi dan tugas-tugas pemerintahan; regulasi yang sederhana; dan pasar yang terbuka bagi kompetisi.
Indeks Kebebasan Ekonomi merupakan sebuah komposit yang menunjukkan derajat kebebasan ekonomi di suatu wilayah pada waktu tertentu. Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia dirancang dengan pendekatan berbasis provinsi. Pengukuran mengobservasi 26 indikator dari dua belas variabel yang mewakili empat dimensi, yaitu Supremasi Hukum, Ukuran Pemerintah, Efisiensi Regulasi, dan Keterbukaan Pasar.
Data yang diobservasi bersumber dari beberapa instansi pemerintah dan swasta yang mencerminkan kondisi pada 2022 dan 2023. Skor Indeks Kebebasan Ekonomi distandarissi dalam skala 0,00 – 100,00. Skor tersebut dikelompokkan ke dalam lima status, yaitu Bebas (80,00 – 100,00), Sebagian Besar Bebas (70,00 – 79,00), Cukup Bebas (60,00 – 69,99), Sebagian Besar Tidak Bebas (50,00 – 59,99), dan Tidak Bebas (0,00 – 49,99).
TEMUAN UTAMA
Kondisi kebebasan ekonomi Indonesia berstatus sebagian besar tidak bebas dengan skor Indeks Kebebasan Ekonomi sebesar 55,79. Ukuran Pemerintah dan Efisiensi Regulasi adalah dua dimensi yang memperoleh status cukup bebas dengan skor masing-masing 67,92 dan 61,64. Supremasi Hukum dan Keterbukaan Pasar sama-sama mendapatkan status tidak bebas dengan skor masing-masing 49,30 dan 44,31. 2.
Capaian skor dimensi-dimensi kebebasan ekonomi mencerminkan karakteristik umum iklim kebebasan ekonomi Indonesia yang lebih banyak bertumpu pada implementasi minimum government dan stabilisasi moneter, namun kurang memberikan perhatian atas kebebasan dalam aktivitas-aktivitas ekonomi dalam proses pasar yang kompetitif dan kapasitas institusi-institusi hukum dan pemerintahan dalam melindungi kebebasan ekonomi warga dari ancaman tindak kejahatan atas hak milik dan korupsi dana publik. Kecenderungan ini tampak jelas pada tingkat variabel, di mana Beban Pajak, Kebebasan Moneter, dan Pengeluaran Pemerintah menjadi tiga variabel yang meraih skor tertinggi, sedangkan tiga variabel dengan skor terendah adalah Kebebasan Finansial, Penegakkan Hukum, dan Integritas Pemerintah. Mengandalkan semata-mata minimum government tidak akan menghasilkan maximum freedom.
Tidak ada provinsi yang memperoleh status bebas dan sebagian besar bebas. Meskipun demikian, sebelas provinsi memperoleh status cukup bebas, yaitu Jawa Timur (67,76), Riau (67,55), Kepulauan Riau (65,40), Kalimantan Utara (65,06), DKI Jakarta (64,76), Jawa Barat (63,50), Jambi (62,56), Kepulauan Bangka Belitung (61,94), Banten (61,49), DI Yogyakarta (61,39), dan Sulawesi Tengah (60,25). Selebihnya, delapan belas provinsi memperoleh status sebagian besar tidak bebas dan lima provinsi berstatus tidak bebas.
Kurangnya kebebasan finansial adalah masalah umum di kebanyakan provinsi, ditandai dengan dominasi bank milik pemerintah di sektor finansial. Di antara seluruh provinsi di Indonesia, hanya ada satu provinsi yang berstatus bebas dalam Kebebasan Finansial, yakni DKI Jakarta, dan dua yang berstatus cukup bebas, yakni Kepulauan Riau dan Bali. Selain tiga provinsi tersebut, sektor finansial didominasi oleh bank pemerintah.
Temuan yang lebih memprihatinkan adalah bahwa masalah supremasi hukum masih ditemukan bahkan di antara sebelas provinsi yang berstatus cukup bebas berdasarkan skor Indeks secara keseluruhan. Jawa Timur, Jawa Barat, Jambi, dan Riau adalah empat provinsi yang berstatus cukup bebas secara keseluruhan, namun berstatus tidak bebas dalam persoalan integritas penanganan korupsi. Belum lagi empat provinsi lain yang juga berstatus cukup bebas secara keseluruhan namun berstatus sebagian besar tidak bebas dalam integritas, yakni Sulawesi Tengah, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau.
Sembilan dari sebelas provinsi yang berstatus cukup bebas berdasarkan skor Indeks secara keseluruhan juga masih bermasalah serius dalam penegakkan hukum. Tujuh di antara sembilan provinsi tersebut berstatus tidak bebas, yakni Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, dan Banten, sedangkan dua yang lainnya, yakni Kalimantan Utara dan Jambi, berstatus sebagian besar tidak bebas.
Temuan yang paling memprihatinkan adalah bahwa masih terdapat lima provinsi yang berstatus cukup bebas berdasarkan skor Indeks secara keseluruhan, namun masih bermasalah dalam perlindungan hak milik pribadi, sebuah unsur yang sangat mendasar dalam kebebasan ekonomi. Tiga di antara lima provinsi tersebut bahkan berstatus tidak bebas, yaitu DKI Jakarta, Riau, dan Kepulauan Riau, sedangkan dua yang lainnya, yakni Yogyakarta dan Sulawesi Tengah, berstatus sebagian besar tidak bebas. Ini juga sebuah ironi karena Hak Milik Pribadi justru merupakan salah satu variabel yang mendapatkan skor cukup baik secara rata-rata nasional.
Analisis korelasi menunjukkan Indeks Kebebasan Ekonomi berhubungan negatif dengan Tingkat Kemiskinan dan Indeks Ketimpangan Gender. Makin tinggi Indeks kebebasan ekonomi, makin rendah tingkat kemiskinan dan ketimpangan gender. Provinsi-provinsi yang berstatus cukup bebas memiliki rata-rata persentase penduduk miskin dan Indeks Ketimpangan Gender yang lebih rendah dibandingkan provinsi-provinsi yang berstatus sebagian besar tidak bebas dan tidak bebas. Sementara, Indeks Kebebasan Ekonomi berkorelasi positif dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Peningkatan Indeks Kebebasan ekonomi diikuti oleh kenaikan IPM dan IDI. Provinsi-provinsi yang berstatus cukup bebas memiliki rata-rata skor IPM dan IDI yang lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi yang berstatus sebagian besar tidak bebas dan tidak bebas.